Mengenai Saya

Foto saya
Hi, I'm WuLandari…!! (panggil saja "Waa" Lahir hari Minggu,tepatnya maLam hari, 11-11-1990. Penginternalisasi filosofi Merpati dan Mawar Merah Mawar Putih. Bulan Purnama menjadi Cermin Diri. Dan, Ibunda Khadijah r.a (Istri Pertama Rasulullah SAW) adalah Inspirasiku daLam proses beLajar memperbaiki diri sebagai seorang Muslimah. Wulandari hanyalah wanita akhir zaman yang ingin menjadi seperti Bunda Khadijah meski tak mungkin mampu untuk menjadi seTakwa Beliau. Tapi setidaknya, aku ingin terus beLajar. Kican, Kakak Tertua, Pilar Khadijah adalah beberapa nama panggiLan sayang dari sahabat-sahabat ku… dan "Makoto" *semoga sifat itu seLaLu meLekat pada Pribadi ku ( Hamba yang TuLus n IkhLas karena RabbNya ). saLam sayang, pilar Khadijah,^__^

Selasa, 13 Desember 2011

AIDS : ALLah Ingin Dunia Sadar !


Hari AIDS sedunia kembali diperingati. Tak ada yang terlalu spesial di hari itu, bahkan sebagian masyarakat mungkin lupa atau malah tidak tahu jika tanggal 1 Desember selalu diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan ini hanyalah sebatas seremonial belaka. Berkali-kali sudah hari AIDS diperingati namun ternyata penderita AIDS pun tak kunjung berkurang kuantitasnya, malah semakin bertambah.
Departemen Kesehatan memperkirakan, 19 juta orang saat ini berada pada risiko terinfeksi HIV. Sedangkan berdasarkan data Yayasan AIDS Indonesia (YAI), jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia per Maret 2009, mencapai 23.632 orang. Angka tersebut meningkat tajam bila dibandingkan jumlah penderita HIV/AIDS sepanjang 2008 yang mencapai 22.262 orang.
Tentu saja jumlah ini ibarat fenomena gunung es, puncaknya saja yang terlihat namun angka sebenarnya jauh lebih besar. Karena masih banyak lagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang belum terdata lantaran takut dan malu.
Banyak pihak yang mencoba memberikan solusi, namun solusi yang diberikan sifatnya tambal sulam dan dijamim tidak akan pernah menyelesaikan tuntas masalah. Misalnya solusi kondomisasi. Jika kritis melihat sebenarnya ini bukanlah solusi tetapi pembohongan publik yang membahayakan. Fakta ilmiah telah membuktikan bahwa kondom tidak mampu menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.
Bagaimana kondom bisa mencegah HIV/AIDS, sementara diameter virus HIV jauh lebik kecil daripada pori-pori kondom. Ternyata lebar pori-pori kondom adalah 1/60 mikron dan dalam keadaan renggang akan melebar 10 kali lipat. Sementara ukuran virus HIV 1/250. Saat kondisi normal pori-pori kondom dapat dimasuki 4 virus HIV sementara dalam keadaan renggang dapat dimasuki 40 virus HIV. Namun mengapa kondom terus disosialisasikan bahkan dibuat ATM kondom?
Selain kondomisasi adalagi solusi lain yang dianggap mampu untuk sedikit menekan penyebaran virus HIV dan memberikan secerca kebahagiaan untuk mereka yang terlanjur teridap virus HIV. Dengan alasan kemanusiaan masyarakat dihimbau untuk tidak mengucilkan ODHA dan hidup berbaur bersamanya. Maka muncullah jargon “Hidup Aman Bersama ODHA”. Intinya jangan ragu berinteraksi dengan ODHA karena mereka juga punya hak asasi untuk hidup dan bergaul.
Padahal dalam perspektif Islam orang yang mengidap penyakit (apalagi penyakit menular) harus dikarantina dan tidak dibiarkan berinteraksi bebas dengan masyarakat. Sebagaimana Rasul menyuruh menjauhi orang yang menderita penyakit lepra. Ini tidak bisa dipandang sebagai bentuk diskriminasi terhadap penderita AIDS, tetapi ini adalah langkah pencegahan agar penyakit itu tidak tersebar.
Ada ketidakadilan dibalik kampanye ini, Jika kita tidak boleh mengucilkan ODHA mengapa perlakuan yang sama tidak diterapkan pada pasien flu burung? Mereka diisolasi dan ditempatkan pada ruang khusus. Bahkan ketika sudah meninggal, semua pengantar jenazahnya wajib memakai masker. Padahal, penularan antarmanusia belum terbukti, kecuali penularan dari unggas yang terinveksi virus H5N1 kepada manusia. Tapi, untuk kasus flu burung, mengapa tak disebut sebagai bentuk perlakuan diskriminasi?
Sebelum memberikan obat, terlebih dahulu harus didiagnosis apa sebenarnya yang menjadi latar belakang munculnya penyakit AIDS. Permasalahan AIDS tidak cukup jika hanya diterawang dari sudut pandang dunia kedokteran saja. Karena jika dipandang dari sudut pandang medis belaka maka bisa ditebak solusi apa yang akan diberikan. Ya, solusinya pasti hanya berkutat pada rekayasa teknologi agar mampu menemukan formula pengobatan yang bisa menyembuhkan penderita AIDS. Padahal permasalahan AIDS tidak sesederhana itu.
Diperlukan analisis radikal dan mendalam dari sudut pandang yang berbeda sehingga mampu mlahirkan solusi yang fundamental.
Salah satu metode analisis yang “tidak biasa” namun menjanjikan solusi yang gemilang adalah menyelesaikan permasalahan ini dalam perspektif Islam. Jika dilihat kemunculan AIDS serta factor-faktor yang menyebabkan tersebarnya virus mematikan ini semua berasal dari aktivitas yang melanggar syariat Allah. Misalnya awal kemunculan AIDS ini berasal dari kaum homoseksual. Padahal dalam pandangan Islam homoseksual adalah perbuatan yang sangat diharamkan.
Selain itu budaya seks bebas juga menjadi katalisator yang mempercepat penyebaran AIDS. Merebaknya budaya seks bebas akibat diadopsinya paham hidup liberal, paham hidup yang menjunjung tinggi kebebasan. Doktrin kebebasan yang kebablasan ini telah mampu menggantikan norma-norma luhur agama. Syariat Islam dimandulkan peranannya dan hanya mengurusi hubungan manusia dengan pencipta dan tak lagi diberikan porsi mengatur pergaulan antar sesama manusia.
Walaupn permasalahan AIDS sudah begitu akut, namun yakinlah tak ada masalah yang tidak bisa diselasaikan oleh Islam. Islam selalu tampil menawarkan solusi brilian yang akan menyelesaikan masalah hingga tuntas, termasuk penyebaran AIDS.
Syariat Islam telah memberikan tugas kepada tiga komponen untuk berjuang menuntaskan problematika AIDS yang semakin akut. Pertama adalah individu, syariat Islam telah mewajibkan individu muslim untuk menjaga kemuliaan dirinya. Misalnya dengan anjuran hidup besih dan kewajiban menutup aurat. Seks bebas muncul akibat dorongan naluri yang tak terbendung lagi. Naluri tersebut tidak mungkin bangkit jika tidak ada rangsangan eksternal. Jika saja tiap individu menjaga kemuliaannya (aurat) maka perilaku gaul bebas dapat dibendung.
Kedua jamaah dakwah. Komponen ini juga sangat penting. Merekalah yang akan bergerak ditengah masyarakat dengan manajemen gerak yang sistematis untuk melakukan proses pembinaan ditengah-tengah umat. Jamah dakwah ini harus mampu menciptakan kesadaran public agar umat ikhlas menjadikan aturan Islam sebagai satu-satunya aturan yang layak diterapkan ditengah-tengah mereka.
Komponen pertama dan komponen kedua telah melakukan kerja yang begitu massif. Saat ini tak sulit menemukan wanita berpenampilan syar’I dengan balutan jilbab dan kerudung. Sangat mudah pula menjumpai majelis-majelis ilmu yang berusaha menlakukan pencerdasan dan penjernihan pemikran umat.
Namun mengapa problem AIDS khususnya, tak kunjung usai? Karena ternyata peran komponen ketiga yaitu negara saat ini belum terlalu efektif. Dalam perspektif syariat Islam negara adalah komponen yang sangat vital dan memegang peranan penting untuk melakukan penjagaan terhadap rakyatnya.
Negara wajib menutup semua cela yang mungkin dpat dijadikan sebagai pintu masuk paham-paham desktruktrif seperti liberalisme dan sekularisme. Contoh taktisnya adalah mengawasi konten-konten media. Karena media sangat berperan aktif untuk membentuk pola pikir dan pola sikap masyarakat. Sayangnya saat ini negara belum menjalankan perannya secara maksimal. Masih banyak meida-media yang mengeksploitasi seksualitas sebagai daya pemikatnya.
Semakin terbukti tidak ada obat yang paling mujarab untuk membendung sekaligus menuntaskan permasalahan AIDS kecuali kembali kepada syariat Allah. Bisa jadi fenomena AIDS ini adalah bentuk teguran Allah kepada manusia yang sudah telalu jauh berpaling dari aturan-Nya. Maka wajar saja jika ada yang meplesetkan kepanjangan AIDS menjadi Allah Ingin Dunia Sadar.

By : Adi Wijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar